“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian waris untuk) anak-anakmu. Yaitu, bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yangditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya memperoleh seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahabijaksana.” (QS. An-Nisaa’: 11)
Ayat yang mulia ini serta ayat-ayat sesudahnya dan ayat penutup surat ini adalah ayat-ayat mengenai ilmu fara-idh (pembagian warisan). Dan ilmu fara-idh tersebut diistimbatkan (diambil sebagai suatu kesimpulan hukum”Ed) dari tiga ayat ini dan hadits-hadits yang menjelaskan hal tersebut sebagai tafsirnya. Sebagian dari apa yang berkaitan dengan tafsir masalah ini akan kami sebutkan. Sedangkan berkenaan dengan keputusan masalah, uraian perbedaan pendapat dan dalil-dalilnya serta hujjah-hujjah yang dikemukakan oleh para imam, tempatnya adalah dalam kitab-kitab hukum. Hanya kepada Allah tempat meminta pertolongan.
Sesungguhnya telah datang anjuran mempelajari ilmu fara-idh, dan pembagian-pembagian tertentu ini merupakan hal yang terpenting dalam ilmu itu. Terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah, dari Abdullah bin `Amr secara marfu’: “Ilmu itu ada tiga, sedangkan selainnya adalah keutamaan (pelengkap); Ayat yang muhkam, sunnah yang pasti atau fara-idh yang adil.”
Ibnu `Uyainah berkata: “Fara-idh disebut sebagai setengah ilmu, karena semua manusia diuji olehnya.”
Ketika menafsirkan ayat ini, al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin`Abdillah, ia berkata: “Rasulullah dan Abu Bakar yang sedang berada di Bani Salam menjengukku dengan berjalan kaki. Lalu, beliau menemukanku dalam keadaan tidak sadarkan diri. Maka beliau meminta air untuk berwudhu dan mencipratkannya kepadaku, hingga aku sadar. Aku bertanya: “Apa yang engkau perintahkan untuk mengelola hartaku ya Rasulullah?” Maka turunlah ayat: yuushiikumullaaHu fii aulaadikum lidz-dzakari mitslu hadh-dhil untsayain (“Allah mensyariatkan kepadamu tentang [pembagian waris untuk] anak-anakmu. Yaitu, bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.”) Demikianlah yang diriwayatkan oleh Muslim, an-Nasa’i dan seluruh jama’ah.
No comments:
Post a Comment