Pages

Sunday, 24 December 2017

PERAYAAN NATAL DALAM NEGARA KHILAFAH

Oleh: Ustadz KH. Hafidz Abdurrahman
---
Negara Khilafah, meski dibangun berdasarkan akidah Islam, dan menerapkan syariat Islam dalam seluruh aspek kehidupan, tetapi Negara Khilafah tetap memberikan toleransi dan kebebasan kepada umat non-Islam untuk memeluk, dan menjalankan agamanya. Mereka dibiarkan memeluk keyakinannya, dan tidak akan dipaksa untuk memeluk Islam.

Jaminan ini ditegaskan dalam Alquran, “La ikraha fi ad-din” (Tidak ada paksaan dalam memeluk [agama] Islam) (Q. al-Baqarah [02]: 256).

 Nabi SAW juga bersabda, “Man kana ‘ala Yahudiyyatihi au Nashraniyyatihi fainnahu la yuftannu” (Siapa saja yang tetap dengan keyahudiannya, atau kenasraniannya, maka tidak akan dihasut [untuk meninggalkan agamanya]). Begitulah Islam menjaga dan melindungi penganut agama non-Islam yang hidup dalam naungan Negara Khilafah. Mereka mendapatkan perlindungan itu, karena dzimmah yang diberikan oleh negara kepada mereka.

*Hak Beragama
Perlu dicatat, Ahli Dzimmah adalah orang non-Muslim yang tunduk di bawah sistem Islam, dengan tetap memeluk agamanya. Mereka berkewajiban untuk membayar jizyah, dan tunduk kepada sistem Islam. Sebagai imbalannya, mereka diberi hak untuk hidup di dalam naungan khilafah, dengan tetap memeluk agama mereka, serta bebas menjalankan ibadah, makan, minum, berpakaian, nikah dan talak menurut agama mereka.

Hanya saja, karena mereka hidup di bawah naungan khilafah, yaitu negara yang berdasarkan akidah Islam, serta menjalankan syariat Islam, maka tentu tidak mungkin agama lain selain Islam lebih menonjol, atau setidaknya sama dengan Islam. 7 dalam hal syiar, simbol maupun atribut yang tampak di permukaan. Karena Nabi SAW menegaskan, “al-Islamu ya’lu wa la yu’la ‘alaihi” (Islam itu tinggi, dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam).

Karena itu, di zaman Khilafah Islam, orang-orang non-Muslim yang hidup di dalam wilayah Negara Khilafah menyadari betul posisi dan kedudukan mereka. Ketika mereka hendak mengajukan dzimmah kepada khilafah, mereka membuat proposal yang membuat khalifah berkenan menerima dzimmah mereka.

Maka wajar, jika kemudian dalam proposal mereka, misalnya menyatakan tidak akan mengajak atau memengaruhi orang Islam untuk mengikuti agama mereka. Termasuk tidak akan mendirikan gereja, atau kalau ada yang rusak, tidak akan direnovasi. Mereka tidak akan membunyikan lonceng gereja, memakai atribut agama mereka di depan kaum Muslim, dan banyak lagi yang lain. Begitulah di antara klausul proposal yang mereka ajukan kepada khalifah, agar bisa mendapatkan dzimmah dari Negara Khilafah.

Karena kesadaran itulah, maka orang-orang non-Muslim yang mendapatkan dzimmah dari Negara Khilafah itu tidak neko-neko. Karena, kalau mereka neko-neko, jaminan dzimmah itu bisa dicabut, dan mereka diusir dari wilayah khilafah, atau diperangi hingga habis. Karena itu, mereka tidak pernah menuntut lebih dari hak yang mereka ajukan kepada negara. Mereka juga tidak akan minta ditoleransi oleh umat Islam dan negara dalam menjalankan agama mereka, lebih dari apa yang telah menjadi haknya.

*Merayakan Perayaan Agama
Perayaan agama adalah bagian dari ritual agama, karena itu mereka pun dibiarkan untuk merayakan perayaan agama mereka. Bagi orang Kristen, yang hendak merayakan Hari Raya Paskah atau Natal, misalnya, diberi kebebasan. Hari Paskah diyakini oleh umat Kristiani sebagai hari bangkitnya Isa al-Masih. Biasanya dirayakan pada akhir Maret atau April. Bagi umat Kristiani Timur dirayakan pada awal April hingga Mei.

No comments:

Post a Comment